KODE ETIK JURNALISTIK
A. PENGERTIAN JURNALISTIK
Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam
mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah
untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi
yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “Diurna”
dan dalam bahasa Inggris “Journal” yang berarti catatan harian.
Jurnalistik dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan wartawan.
Sedangkan seorang yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis
atau wartawan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers,
bab I ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Kegiatan jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.
B. PENGERTIAN KODE ETIK
JURNALISTIK
Kode (Inggris: code, dan Latin: codex) adalah buku undang-undang kumpula
sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan
prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi
filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral
adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah
aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap,
tingkah laku, dan tata karma penertiban.
C. SEJARAH KODE ETIK JURNALISTIK DI
INDONESIA
Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan pers di Indonesia.
Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan Kode Etik
Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam lima periode. Berikut kelima periode
tersebut:
1. Periode
Tanpa Kode Etik Jurnalistik
Periode
ini terjadi ketika Indonesia baru lahir
sebagai bangsa yang merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Meski baru merdeka, di Indonesia telah lahir beberapa penerbitan pers
baru. Berhubung masih baru, pers pada saat itu masih bergulat dengan
persoalan bagaimana dapat menerbitkan atau memberikan informasi kepada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum
terpikir soal pembuatan Kode Etik Jurnalistik. Akibatnya, pada periode ini pers
berjalan tanpa kode etik.
2. Periode
Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 1
Pada
tahun 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
dibentuk di Solo, tapi ketika organisasi ini lahir pun belum memiliki kode etik Saat itu baru ada semacam konvensi yang ditungakan
dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan
prinsip kebangsaan. Setahun kemudian, pada 1947, lahirlah Kode Etik PWI yang
pertama.
3. Periode
Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI
Setelah PWI lahir,
kemudian muncul berbagai organisasi wartawan lainnya. Walaupun dijadikan sebagai pedoman etik
oleh organisasi lain, Kode Etik
Jurnalistik PWI hanya berlaku bagi anggota PWI sendiri,
padahal organisai wartawan lain juga memerlukan Kode Etik Jurnalistik.
Berdasarkan pemikiran itulah Dewan Pers membuat dan mengeluarkan pula Kode Etik Jurnalistik.
Waktu itu Dewan Pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang,
yaitu Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey , Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua dan A. Aziz. Setelah selesai, Kode Etik Jurnalistik tersebut
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pers masing-masing Boediarjodan T. Sjahril, dan disahkan pada 30 September 1968. Dengan demikian, waktu itu terjadi dualisme Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik
Jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI,
sedangkan Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers berlaku untuk non PWI.
4. Periode
Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 2
Pada
tahun 1969, keluar peraturan pemerintah mengenai wartawan Menurut pasal 4 Peraturan Menteri Penerangan No.02/
Pers/ MENPEN/ 1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan pemerintah. Namun, waktu itu belum ada organisasi wartawanyang disahkan oleh pemerintah. Baru pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah mengesahkan PWI sebagai
satu-satunya organisasi wartawan Indonesia. Sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut,
maka secara otomatis Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah milik PWI.
5. Periode
Banyak Kode Etik Jurnalistik
Seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru, dan berganti dengan era Reformasi, paradigma dan tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada
tahun 1999, lahir Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers
yaitu Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang ini membebaskan wartawan dalam memilih organisasinya Dengan
Undang-Undang ini, munculah berbagai organisasi wartawan baru. Akibatnya,
dengan berlakunya ketentuan ini maka Kode Etik Jurnalistik pun menjadi
banyak. Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasiwartawan di Bandung melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI),
yang disahkan Dewan Pers pada 20 Juni 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasipers membuat Kode Etik Jurnalistik baru, yang disahkan
pada 24 Maret 2006.
D. CIRI-CIRI KODE ETIK
Adapun ciri dari suatu kode etik
adalah sebagai berikut :
1.
Kode etik dibuat dan disusun oleh
organisasi profesi yang bersangkutan.
Dan sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar
2.
Sanksi bagi siapa saja yang melanggar kode
etik bukan pidana melainkan bersifat moral atau mengikat secara moral pada
anggota kelompok tersebut
3.
Daya jangkau suatu mode etik hanya berlaku
pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada organisasi
lain.
E. KODE ETIK JURNALISTIK
Kode
etik jurnalistik adalah sejumlah
aturan-aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam
menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan. Kode etik jurnalistik
merupakan sebuah hal yang digunakan sebagai landasan pers dalam menjalankan
kegiatannya. Hal ini dapat kita lihat karena sudah tercantum dalam rules
of the game untuk pers, antara lain
yaitu sebagi berikut :
1)
Landasan Idiil : Pancasila
2)
Landasan Konstitusi : Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
3)
Landasan Yuridis : Undang-Undang Pokok Pers
4)
Landasan Strategis : Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
5)
Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik
6)
Landasan Etis : Tata Nilai Yang
Berlaku Dalam Masyarakat
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah
hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi
kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan
kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan
bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan
peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut
profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak
publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan
landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar
itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik :
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
pemilik perusahaan pers.
b.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa
terjadi.
c.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata
untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara
yang profesional adalah :
a.
Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b.
Menghormati hak privasi;
c.
Tidak menyuap;
d.
Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e.
Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi
dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.
Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto,
suara;
g.
Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain
sebagai karya sendiri;
h.
Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a.
Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang
kebenaran informasi itu.
b.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional.
c.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.
d.
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.
Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a.
Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b.
Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal
6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a.
Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum.
b.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak
lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the
record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a.
Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan
permintaan narasumber.
c.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off
the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak
boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan
berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a.
Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui
secara jelas.
b.
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a.
Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain
yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a.
Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun
tidak ada teguran dari pihak luar.
b.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.
Penafsiran
a.
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b.
Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.
Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Kode
etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan
ditetapkan oleh dewan pers. Kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kode etik tersebut adalah sebagai berikut.
PEMBUKAAN
Bahwa
sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana
diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan
pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
KODE ETIK JURNALISTIK
KODE ETIK AJI
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
KODE ETIK AJI
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
1. Jurnalis
menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis
senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam
peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis
memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk
menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis
hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis
tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis
menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis
menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the
record, dan embargo.
8. Jurnalis
segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis
menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan
seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis
menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam
masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental
atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis
menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis
tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik
dan seksual.
13. Jurnalis
tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari
keuntungan pribadi.
14. Jurnalis
tidak dibenarkan menerima sogokan.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
15. Jurnalis
tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis
menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.\
17. Jurnalis
menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan
prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus
yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
F. FUNGSI
Kode etik jurnalistik
diperlukan karena membantu para wartawan menentukan apa yang benar dan apa
yang salah, baik atau buruk, dan bertanggung jawab atau tidak dalam proses
kerja kewartawanan. Etika ditentukan dan dilaksanakan secara pribadi.. Secara
sederhana, kaidah etika dirujuk dari kode etik (code of ethics) yang
bersifat normative dan universal sebagai kewajiban moral yang harus dijalankan
oleh institusi pers. Epitsemologi diwujudkan melalui langkah metodologis
berdasarkan pedoman prilaku (code of conduct) yang bersifat praksis dan
spesifik bagi setiap wartawan dalam lingkup lembaga persnya. Nilai dari kode
etik bertumpu pada rasa malu dan bersalah (shamefully and guilty feeling)
dari hati nurani. Karena itulah kode etik terkait dengan perkembangan dan
pergeseran nilai masyarakat.
Kode Etik Jurnalistik
menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan
perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik
memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M.
Alwi Dahlan sangat
menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya
memiliki lima fungsi, yaitu:
a. Melindungi keberadaan seseorang
profesional dalam berkiprah di bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari malapraktik
oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;
d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
e. Mencegah manipulasi informasi oleh
narasumber
G. ASAS KODE ETIK JURNALISTIK
G. ASAS KODE ETIK JURNALISTIK
Kode Etik Jurnalistik
yang lahir pada 14 Maret 2006, oleh gabungan organisasi pers dan ditetapkan sebagai Kode Etik
Jurnalistik baru yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan
Pers No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret
2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat asas, yaitu :
1. Asas Demokratis
Demokratis berarti berita harus disiarkan
secara berimbang dan independen, selain itu, Pers wajib melayani hak
jawab dan hak
koreksi, dan pers harus
mengutamakan kepentingan publik. Asas demokratis ini juga tercermin dari pasal 11 yang
mengharuskan, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proposional. Sebab, dengan adanya hak jawab dan hak koreksi ini,
pers tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang terlibat harus
diberikan kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu secara
proposional
2. Asas Profesionalitas
Secara sederhana, pengertian asas ini
adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari
segi teknis maupun filosofinya. Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan
menghasilkan berita yang akurat dan faktual.[4] Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai
norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya.
Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus
menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak
mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat
dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.
3. Asas Moralitas
Sebagai sebuah lembaga, media
massa atau pers dapat
memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan
penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan. Kode Etik
Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan
profesi wartawan Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh moralitas
tinggi, secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik
Jurnalistik. Hal-hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara
lain Wartawan tidak menerima suap, Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, tidak
merendahkan orang miskin dan orang cacat (Jiwa maupun fisik), tidak menulis dan
menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi SARA dan gender, tidak menyebut
identitas korban kesusilaan, tidak menyebut identitas korban dan pelaku
kejahatan anak-anak, dan segera meminta maaf terhadap pembuatan dan penyiaran
berita yang tidak akurat atau keliru.
4. Asas Supremasi Hukum
Dalam hal ini, wartawan bukanlah profesi yang
kebal dari hukum yang berlaku. Untuk itu, wartawan dituntut untuk patuh
dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam memberitakan sesuatu wartawan juga
diwajibkan menghormati asas
praduga tak bersalah.
H. TANGGUNG JAWAB WARTAWAN
H. TANGGUNG JAWAB WARTAWAN
Kode etik jurnalistik adalah
acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik
bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran
yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang menjamin terpenuhinya tanggung
jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Tanggung
jawab
Ttugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada
kesejahteraan umum dengan member masyarakat informasi yang memungkinkan
masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi.
Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan
yang tak berdasar.
2.
Kebebasan
Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah mili setiap anggota
masyarakat (milik publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan public harus
diselenggarakan secara public. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang
mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
3.
Independensi
Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of
interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau
terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai
informasi atau kebenaran.
4.
Kebenaran
Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus
senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan
kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas
dari bias.
5. Tak
Memihak Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini
harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.
6.
Adil dan
Fair
Wartawan harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang
ditulisnya serta mempertanggungjawabkan kepada public bahwa berita itu akurat
serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi
hak untuk menjawab.
I.
KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas
prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati
nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode
etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI
untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap
penerbitan pers. Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang
merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.
Menyimak dari
kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika
maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak
dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai
dengan yang diharapkan.
Namun terlepas dari
apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau
norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang
pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab
masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari
popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani
masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung
tinggi kode etiknya.
Adpun pelindungan wartwan dalam
melaksanakan tugas serta kewajibannya melayani publik, wartawan
memperoleh sejumlah keistimewaan. Antara lain:
§
Mereka
dilindungi oleh undang-undang kebebasan menyatakan pendapat.
§
Mereka
berhak menggunakan bahan/dokumen/pernyataan publik.
§
Mereka
dibenarkan memasuki kehidupan pribadi seseorang dan para tokoh publik (public
figure) demi memperoleh informasi yang lengkap dan akurat (karena mereka
mewakili mata, telinga serta indera pembacanya).
J. TANTANGAN WARTAWAN
Tantangan
jurnalistik di Era Globalisasi Informasi,Era globl bisa dibilang memberikan
pengaruh pada smua bidang kehidupan manusia tak terkecuali jurnalisme.
Munculnya internet julukan bagi media seniornya yaitu televisi, radio, media
cetak sebagai tradisional media. Ini berarti channel bagi para jurnalis untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat yaitu internet yang di sebut Denis
McQuail lebih intreaktif dan memberikan onotomi kepada user untuk
menjadi audienc aktif, bahkan secara pada keadaan tertentu, audience posisi
sejajar denga jurnalis.
Pengaruh the new media
terlihat dari perubahan channel informasi darimedia tradisional menjadi online
media. Selain itu juga munculnya konsepcitizen media yang mendapat tanggapan
sceptis dan optimis dari maistreammedia.Saat ini semua media
tradisional di Indonesia sedang berlomba membuat versi online seiring dengan
perkembangan jumlah pemakai internet di Indonesia, dimana saat ini sudah mencapai
25% dari total penduduk Indonesia (Tempo, edisi 5 April 2009). Ini artinya
dunia jurnalistik di Indonesia sedang memasuki era baru globalisasi informasi
yang tentunya tidak akan bisa terhidar dari tantangan-tantangan yang
dikemukakan diatas.
Seorang Jurnalis atau
Wartawan harus memiliki berbagai kemampuan dan keterampilan agar bisa bersaing
dan tetap menjalankan profesinya sesuai dengan Kode etik Jurnalistik. Jika
seorang wartawan tidak punya keinginan untuk mengembangkan diri, dia akan
tersingkir dari kelompoknya.
Salah satu tantangan
yang harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan keberanian masyarakat sudah
muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai pihak yang dirugikan bisa melakukan
somasi dan tuntutan hukum. Jika seorang jurnalis menjalankan profesinya sesuai
dengan Kode Etik Jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara
sumber dan rekan se-profesinya.
Hal yang bisa
dilakukan untuk menghadapi Tantangan, diantaranya :
· Menjalankan pekerjaan
sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
· Banyak Membaca (buku,
koran, kamus populer, internet, UU, Peraturan, Perda dll.)
· Mengikuti berbagai
pelatihan dan Kursus dan Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak,
dll).
· Menguasai materi
sebelum melakukan wawancara.
· Mempunyai data
pendukung untuk materi tulisan.
Sumber
:
·
Kode Etik Jurnalistik
·
Kode Etik AJI (Asosiasi Jurnalis Independen)
·
Fadril Aziz Isnaini, 2011 Wartwan
dan Berita Dengan Beberapa Dimensinya, Bandung: Fokusmedia,
·
Hasan Asy’ari Oramahi, 2012 Jurnalistik
Radio Kiat Menulis Berita Radio. Penerbit Erlangga
·
Dja’far H. Assegaff, 1983 jurnalistik
masa kini. Jakarta: Dahlia Indonesia.
·
Syarifudin
Yunus,2012 Jurnalistik Terapan. Bandung: Ghalia Indonesia.
·
Asep Syamsul M. Romli, S.IP, 2001-2006,
cetakan ke 4, Jurnalis Praktis Untuk Pemula, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.