Jurnalisme
Konvensional VS Jurnalisme Online
Dalam perkembangan komunikasi terutama dalam
penelitian ilmu komunikasi bukan lagi hanya dikaitkan dengan commonness ataupun
kesamaan arti antara komunikator dengan komunikan saja, tidak hanya
berorientasi agar orang mengerti, tapi lebih dari hal tersebut yaitu agar orang
mengalami perubahan baik dari segi sikap maupun perilakunya. Dalam hal ini tujuan
tersebut tidak hanya menyangkut satu orang atau dua orang saja, melainkan
jutaan hingga ratusan juta orang manusia, atau bisa dikatakan berkomunikasi
massa.
Pada dasarnya pengertian dari komunikasi masa
adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan pada khalayak
yang sifatnya abstrak yaitu orang-orang yang tidak nampak oleh penyampai media
pesan dengan jumlah yang banyak. Disebut abstrak karena komunikator tidak
mengetahui secara eksplisit para komunikan yang berjumlah massa tersebut. Maka
tidak hanya berpencar-pencar dalam hal letak atau posisinya, akan tetapi juga
berlainan baik dari segi pendidikan, suku, dan lainnya.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa dalam
proses komunikasi massa mutlak dibutuhkan mediator yang memiliki kemampuan untuk
menyampaikan berita dengan cakupan khalayak yang banyak serta memiliki daya
jangkauan yang luas. Di sini proses komunikasi massa dikenal pula dengan
komunikasi melalui media massa, dan media massa ini diantaranya adalah meliputi
“The Big Five” yaitu surat kabar, radio, televisi, majalah, dan film. Dewasa
ini termasuk pula salah satu media komunikasi massa yang bersifat virtual yaitu
internet.
Media-media tersebut mampu mendukung dalam
proses komunikasi massa karena kemampuannya dalam menyampaikan pesan kepada
khalayak dalam jumlah yang banyak serta daya jangkau yang cukup luas pula,
serta memiliki kemampuan terutama dalam mempengaruhi khalayak berkaitan dengan
terpaannya.
Secara temporary, peranan media massa kini
juga mulai terlihat terutama dalam memberikan informasi serta edukasi terhadap
masyarakat. Dewasa ini media massa terlihat sebagai media yang berfungsi
sebagai “watchdog”, tidak hanya mengenai kinerja atau pemerintahan tapi juga
perilaku dari masyarakatnya sendiri.
Di sini peran media sebagai “media watch”
telah dapat terlihat dengan banyaknya pesan yang dikomunikasikan pada khalayak
baik dari televisi, radio, maupun media cetak semacam koran-koran untuk
menyampaikan informasi yang bersifat “news” dan terangkum dalam kegiatan yang
dinamakan jurnalisme.
Dalam hal ini sejarah menuturkan bahwa
jurnalisme merupakan pemasok kebutuhan berkomunikasi. Jurnalisme merupakan
suatu bentuk proses pencarian, pengolahan dan penyampaian berita kepada
khalayak yang tentunya berjumlah massa pula. Produk pertama kegiatan dalam
jurnalistik dikenal dalam bentuk newsheet yang menjadi media informasi di Roma,
dikenal dengan nama Acta Diurna. Pada abad pertengahan jurnalisme berbentuk
pengiriman laporan, tinjauan, perkabaran yang diedarkan melalui institusi
dengan tujuan informatif.
Proses pendanaan yang besar untuk pengumpulan
berita diawali melalui format “kantor berita” yaitu organisasi yang menampung
liputan jurnalistik internasional dan menjualnya pada berbagai koran dan
majalah. Kemunculan radio dan televisi pada abad 20 telah meluaskan segala
komunikasi cetak dan elektronik dalam produk jurnalistik. Penemuan telegraf
diikuti radio dan televisi menyempurnakan kecepatan aktifitas jurnalistik.
Pada perkembangannya, istilah hard news yang
terdapat pada jurnalisme yaitu mengandung pengertian bahwa peristiwa yang
didapat memiliki nilai berita yang tinggi berkaitan dengan kebaruannya
mengalami pergeseran.. Peristiwa yang memiliki nilai value bagi koran untuk
diterbitkan besok menjadi basi karena berita tersebut telah disampaikan melalui
radio bahkan televisi. Dengan demikian koran menyiasatinya dengan pemberitaan
yang lebih mendalam baik dalam bentuk investigatif ataupun dalam bentuk indepth
reporting. Dengan demikian mulai muncullah pernyataan mengenai jurnalisme
konvensional yang ditujukan pada media semacam koran, selebaran dan juga
newsletter, sedangkan media semacam radio serta televisi disebut sebagai media
modern.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman pula,
panggilan media modern untuk televisi dan juga radio ini menjadi bergeser
semenjak dimunculkannya media internet. Apalagi pada perkembangannya media
internet ini juga dipakai dalam proses jurnalisme yang dikenal pula dengan
sebutan jurnalisme online.
Melalui tulisan ini maka akan dikupas secara
mendalam mengenai jurnalisme konvensional berkut jurnalisme online. Dengan
adanya perbandingan diantara keduanya maka akan terlihat kelebihan dan
kekurangan antara bentuk serta karakteristik dari kedua jurnalisme tersebut. Di
sini bentuk jurnalisme konvensional diwakili oleh media surat kabar, karena
media ini dari sisi bentuknya (hampir) menyamai bentuk dari jurnalisme di media
internet. Dengan demikian maka akan lebih mempermudah dalam hal
pembandingannya. Melalui perbandingan di antara keduanya ini pula akan
diprediksikan bentuk jurnalisme mana yang nantinya akan eksis untuk digunakan.
Perkembangan zaman yang diikuti dengan
perkembangan teknologi ternyata berdampak pula terhadap perkembangan metode
berkomunikasi, termasuk penggunaan media massa sebagai fungsi penyampai pesan. Sama
halnya dengan penyampaian informasi dan berita yang terangkum dalam sebuah
karya jurnalistik.
Pada pembahasan ini maka akan dijelaskan mengenai sejarah
perkembangan antara media yang mewakili bentuk jurnalisme konvensional serta
jurnalisme online. Dengan demikian tentunya akan mempermudah terutama dalam hal
mencari persamaan berikut perbedaannya. Di samping itu juga bisa dibandingkan
kelebihan berikut kekurangan dari masing-masing model jurnalisme ini.
A. Sejarah
Perkembangan Koran
Dalam hal ini salah satu media yang
tradisional ataupun disebut sebagai konvensional adalah media massa cetak
semisal koran. Media ini disebut konvensional karena awal kemunculannya sekian
ratus tahun yang lalu sekaligus menjadi cikal bakal penyampaian informasi yang
berbentuk “news”.
Di samping itu tidak mengherankan apabila
media massa jenis ini disebut “as the fourth estate” karena bentuk berita yang
disampaikan atau bentuk jurnalismenya melakukan verifikasi secara
berulang-ulang serta dituntut untuk menyampaikan informasi secara cover both
side.
Dunia percetakan mengalami revolusi terutama
sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada sekitar abad
ke-15. Melalui mesin inilah barang-barang percetakan semacam buku-buku,
newsletter hingga pamflet-pamflet dapat disebarkan pada masyarakat
Sebelum adanya koran, yang muncul terlebih
dahulu diantaranya adalah newsletter. Pada zaman pertengahan, bank-bank
menerbitkan newsletter untuk tujuan finansial dan perdagangan, dimana
memungkinkan bahwa media cetak jenis ini adalah media paling tua di samping
buku-buku serta pamflet religius.
Koran pertama kali dikembangkan dan dalam hal
ini dibuat melalui bentuk lembaran-lembaran berita yang tidak teratur pada
Negara-negara semacam Perancis, Belanda dan Great Britain untuk menyampaikan
berita mengenai peristiwa luar negeri seperti halnya Thirty Years War di
Jerman, Austria dan Holland (1816-1848). Di samping itu juga mengenai masalah
perdagangan dan juga ekonomi.
Di Inggris terbitan cetakan pertamanya adalah
Weekly News pada tahun 1622 dan salah satu terbitan koran hariannnya adalah The
Daily Courant pada 11 Maret 1702. Bentuk media koran ini juga mulai dikenal di
Asia. Salah satunya adalah di China terdapat koran Dibao pada abad VIII. Di
Jepang sendiri terdapat lempengan tanah lempung (Clay Boards) yang ditemukan
nama Iomiori Kavaraban.
Indonesia sendiri mengenal surat kabar
sebagian besar karena pengaruh adanya percetakan dan penerbitan Belanda dan
Tionghoa dan sebagian lainnya karena adanya kebutuhan orang-orang Indonesia
dalam media komunikasi. Pers yang pertama kali muncul adalah pada masa Gubernur
Jenderal Van Imhoff pada tahun 1744 yang menerbitkan Bataviasche Nouvelles en
Politique Raisonnemen yang ternyata hanya dapat bertahan selama 2 tahun saja
(LIPI, 2002 : 25).
Seiring waktu ternyata media koran juga
mengalami dinamika mulai dari hal obyektiftas-ketradisionalannya. Bagi
Negara-negara berkembang yang non komunis, pers menikmati derajat kebebasan
yang beraneka ragam dari yang bersifat harus mau melakukan self censorship terutama
berkaitan dengan apa-apa yang dilarang pemerintah sampai yang disensor secara
langsung seperti yang terdapat pada Negara-negara komunis.
Begitu juga dengan media massa cetak semacam
koran dan juga majalah yang terdapat di Indonesia. Pada zaman reformasi
kehidupan pers terutama Koran dan majalah mampu menyampaikan kaidah
jurnalistiknya tanpa takut akan dibredel seperti halnya ketika zaman Orde Baru.
Bahkan meskipun dikenal sebagai media yang menerapkan jurnalisme konvensional
sekalipun, media ini diakui sebagai pilar keempat atau dikenal sebagai “the
fourth estate” terutama pada masa sekarang ini berkaitan dengan posisinya dalam
turut menciptakan segi demokrasi.
B. Sejarah
Perkembangan Internet
Setelah ditemukannya media elektronik semacam
radio dan televisi, ternyata penemuan
ilmuwan
akan media yang baru tidak berhenti di situ saja. Satu abad setelah Charles
Babbage, ilmuwan Amerika, dalam mendesain mesin analitisnya mulai dikembangkan
gagasannya. Pada tahun 1994 dipikirkan sebuah komputer digital elektronik skala
besar yang didanai oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada akhir Perang
Dunia II (Fidler, 2003 : 148).
Seiring dengan dikembangkannya media komputer
maka ditemukan pula salah satu media komunikasi yang pada awalnya difokuskan
pada domain pribadi bagi periset dan juga ilmuwan Amerika. Net ini sebenarnya
adalah jaringan longgar ribuan jaringan komputer yang saling terhubung. Net
dalam hal ini tidak ada badan pemerintah atau komersial yang memiliki Net
ataupun secara langsung memperoleh keuntungan dari operasinya. Jaringan ini
tidak memiliki presiden, CEO ataupun kantor pusat.
Sepanjang tahun 1980an diam-diam internet
tersebar ke sebagian lembaga akademik dan pusat riset di Amerika Serikat serta
banyak lokasi di seluruh dunia. Menjelang tahun 1995 sekitar 30 juta orang
dalam lebih dari 100 negara telah memperoleh akses melalui komputer kepada
layanan berita, perpustakaan, jurnal ilmiah dan akademik, papan buletin dan
data base, serta pada satu sama lain melalui lebih dari tiga juta situs hubungan
internet (Fidler, 2003 : 153).
Perpaduan antara internet dengan jurnalisme
dimulai dengan ditetapkan oleh standar World Wide Web (WWW). Awalnya situs
berita sekedar mengadopsi tempat ini untuk hal yang bernuansa cyberspace. Dalam
hal ini hanya mencoba untuk memproduksi kisah-kisah dengan menerapkan
kapabilitas internet.
Namun secara profesional momen tersebut
dimulai dengan pecahnya berita mengenai Drudge Report yang menyangkut skandal
Monica Lewinsky ketika sebuah email dikirimkan ke 50 ribu pelanggan pada
tanggal 18 Januari 1998 (Santana, 2005 : 136). Media ini digunakan untuk
membongkar berita-berita skandal seputar Monica Lewinsky, menyuarakan
tuduhan-tuduhan baru berikut dengan investigasinya.
Jurnalisme online ini sendiri diterapkan di
Indonesia melalui prosedur yang ideal dalam media online yaitu oleh detik.com
pada tanggal 9 Juli 1998. Sejal itu pula banyak bermunculan media-media baru
dalam dunia maya ini terutama dalam penerapannya sebagai media penyampai
jurnalisme online.
Jurnalisme online telah memicu trend
alternated serta mengklaim bahwa jurnalisme online telah mengubah segala
aktifitas jurnalistik dan kegiatan lama profesi jurnalisme. Sejak itu
jurnalisme online maju secara dramatis serta hampir seluruh media berita
memiliki web yang hadir dalam berbagai bentuk.
Dalam hal ini penerapan jurnalisme
konvensional dengan jurnalisme online memiliki beberapa karakteristik yang sama
dan juga karakteristik ataupun sifatnya yang berlainan. Pada bagian ini akan
diuraikan secara lebih mendetail terutama mengenai kelebihan dan juga
kekurangan kedua bentuk jurnalisme ini.
JURNALISME
KONVENSIONAL
Jurnalistik konvesional dapat dikatakan
adalah jurnalistik yang menggunakan media cetak maupun media elektronik seperti
radio dan televisi. Terlepas dari segala bentuk definisi dari arti katanya,
Jurnalisme juga dapat diartikan sebagai jurnalisme konvensional. Dalam
jurnalisme konvensional, jurnalis masih berpedoman pada 5W+1H yaitu What, When,
Where, Who, Why dan ditambah How.
Paham dari jurnalisme konvensional adalah
sebisa mungkin dan sesegera mungkin informasi dari media dapat dimengerti dan
dipahami oleh khalayak luas.Surat kabar merupakan bagian dari jurnalisme
konvensional. Menurut Agee, surat kabar memiliki tiga fungsi utama dan fungsi
sekunder.
a. Fungsi utama media adalah :
·
To inform
(menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam
suatu komunitas, negara dan dunia),
·
To
comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke dalam
focus berita) dan,
·
To
provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang
dan jasa melalui pemasangan iklan di media surat kabar).
b. Fungsi Sekunder surat kabar adalah :
·
Untuk
mengkampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan, yang diperlukan
sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu,
·
Memberikan
hiburan kepada pembaca dengan sajian cerita komik,kartun dan cerita-cerita
khusus,
·
Melayani
pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan
hak.
Selain surat kabar, radio dan televisi juga
merupakan bagian dari jurnalisme konvensional. Radio merupakan media elektronik
yang sangat luwes. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia, dengan
mengembangkan hubungan saling menguntungkan dan melengkapi dengan media
lainnya. Koran atau surat kabar memperoleh julukan sebagai kekuatan keempat,
maka radio siaran mendapat julukan kekuatan kelima atau the fifith estate.
Karena radio siaran juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial seperti halnya
surat kabar, disamping empat fungsi media yang lain. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuatan radio siaran adalah daya langsung, daya tembus dan daya
tarik.
Dari ketiga media massa tersebut, televisi
merupakan media yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Televisi
merupakan bentuk penyampaian jurnalisme konvensional yang banyak diminati oleh
masyarakat luas. Hal ini disebabkan oleh karena televisi dengan tampilan audio
visualnya sehingga suatu informasi yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti
dan dipahami oleh masyarakat.
JURNALISME
ONLINE
Jurnalisme online merupakan proses
penyampaian informasi dengan menggunakan media internet. Internet mempermudah
pekerjaan jurnalistik, sebab jurnalistik dapat dapat dilakukan melalui PC atau
komputer. Dengan menggunakan internet sebagai alat reportase atau sumber
informasi bagian media-media tradisional atau koran.jurnalistik online muncul
ketika Mark Drugle memberikan cerita perselingkuhan presiden Amerika Serikat
Bill Clinton dengan Monica Lewinsky. Karena dengan melalui internet semua orang
yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita tersebut, itulah awal
merebaknya jurnalisme online dan mulai di kenalnya jurnalisme online.
1. Ciri-ciri Jurnalisme Online
a.
Sifatnya
yang real time. Berita, kisah-kisah, peristiwa-peristiwa, bisa langsung dipublikasikan
pada saat kejadian sedang berlangsung. Ini barangkali tidak terlalu baru untuk
jenis media tradisional lain seperti TV, radio, telegraf, atau teletype.
b.
Dari sisi
penerbit, mekanisme publikasi real time itu lebih leluasa tanpa dikerangkengi
oleh periodisasi maupun jadwal penerbitan atau siaran: kapan saja dan dimana
saja selama dia terhubung ke jaringan Internet maka penerbit mampu
mempublikasikan berita, peristiwa, kisah-kisah saat itu juga. Inilah yang
memungkinkan para pengguna/pembaca untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan sebuah peristiwa dengan lebih sering dan terbaru.
c. Menyertakan
unsur-unsur multimedia adalah karakteristik lain jurnalisme online, yang
membuat jurnalisme ini mampu menyajikan bentuk dan isi publikasi yang lebih
kaya ketimbang jurnalisme di media tradisional. Karakteristik ini, terutama
sekali, berlangsung pada jurnalisme yang berjalan di atas web.
d. Bersifat
interaktif. Dengan memanfaatkan hyperlink yang terdapat pada web, karya-karya
jurnalisme online dapat menyajikan informasi yang terhubung dengan
sumber-sumber lain. Ini berarti, pengguna/pembaca dapat menikmati informasi
secara efisien dan efektif namun tetap terjaga dan didorong untuk mendapatkan
pendalaman dan titik pandang yang lebih luas -bahkan sama sekali berbeda.
e. Tidak
membutuhkan organisasi resmi berikut legal formalnya sebagai lembaga pers.
Bahkan dalam konteks tertentu organisasi tersebut dapat dihilangkan
f. Tidak
membutuhkan penyuting/redaktur seperti yang dimiliki surat kabar konvensional
sehingga tidak ada orang yang mampu membantu masyarakat dalam menentukan
informasi mana yang masuk akal atau tidak.
g. Tidak ada
biaya berlangganan kecuali langganan dalam mengakses internet sehingga
komunikan atau audience memiliki kebebasan dalam memilih informasi yang
diinginkan
h.
Relatif
lebih terdokumentasi karena tersimpan dalam jaringan digital
C. Persamaan dan
Perbedaan Jurnalisme Konvensional dengan Jurnalisme Online
Persamaan
Baik jurnalisme konvensional maupun
jurnalisme online memiliki beberapa persamaan. Diantaranya adalah :
1. Memiliki
empat (4) peranan yang utama diantaranya adalah sebagai media massa yang
memiliki fungsi edukatif yaitu memuat tulisan yang mengandung ataupun memuat
sisi pengetahuan sehingga menerapkan aspek pendidikan juga di dalamnya,
informatif yaitu menyampaikan kepada khalayak segala sesuatu peristiwa yang
terjadi mulai dari kronologis kejadian dan sebagainya, entertain yaitu isi
tulisan tidak selalu harus berat karena di sini tidak jarang ditampilkan
tulisan yang sifatnya karikatur cerita lucu dsb. Peran utama yang terakhir
adalah persuasif yaitu dapat mempengaruhi terutama keputusan yang diambil dalam
masyarakat terutama dalam posisinya sebagai media edukasi.
2. Tetap
membutuhkan reporter terutama dalam menggali dan mendapatkan informasi.
Tentunya dengan adanya reporter ini digunakan dalam proses wawancara dengan
narasumber. Dengan demikian tentunya kaidah jurnalistik semisal menyampaikan
segala sesuatu berdasar fakta juga tetap menjadi faktor yang utama.
3. Adapun
mekanisme yang paling sering didengar dalam jurnalisme konvensional adalah
pengaturan penulisan dengan metode piramida terbalik. Dalam hal ini baik
jurnalisme konvensional maupun jurnalisme online sama-sama menerapkannya agar
dapat meringkas berita tersebut dalam pembahasan dari yang paling inti hingga
sampai pada pemotongan berita yang tidak terlalu penting.
Perbedaan
Pada penulisan ini maka akan dijabarkan pula
beberapa perbedaan diantara kedua bentuk jurnalisme ini.
Jurnalisme Konvensional
·
Media
yang digunakan cetak (koran)
·
Tampilan
pasif, proses lay out yang konvensional, tidak banyak ragam
·
Prosedur
naskah disahkan oleh redaksi terlebih dahulu sebelum dimuat
·
Editing
tidak bisa dilakukan apabila berita telah dicetak dan diedarkan
·
Teknik
penulisan ditulis selengkap mungkin bahkan diharuskan untuk cover both side
·
Jadwal
penerbitan dalam bentuk harian, mingguan ataupun bulanan
·
Orang
yang me-lay out harus tetap bekerja dalam menyesuaikan desain
·
Isi
berita telah ditentukan berdasarkan keputusan dari penerbit
· Wartawan
tidak dituntut untuk menguasai internet, bahkan proses lay out sudah dilakukan
pegawai yang lain
Jurnalisme Online
·
Media
yang digunakan media elektronik (internet)
·
Tampilan
atraktif, terdiri bermacam warna, menarik
· Prosedur
naskah ada beberapa kebijakan di antaranya membolehkan wartawan di lapangan
untuk meng up load tulisan sendiri
·
Proses
editing masih bisa dilakukan sekallipun telah di-online kan
·
Teknik
penulisan singkat, padat dan menarik
·
Jadwal
penerbitan bisa dilakukan kapan saja, tidak terpaut dengan waktu
· Programmer
cukup membuat dan mengkreasi web pada awalnya saja. Sesudahnya apabila berita
sudah di up load oleh redaktur maka tinggal dimasukkan web saja
·
Menyampaikan
segala macam berita apapun yang ingin ditampilkan
·
Dituntut
untuk menguasai internet, terutama dalam menulis dan menyampaikan berita di
internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar